[Book's Review] Mereka Bilang, Saya Monyet!
Judul Buku : Mereka Bilang, Saya Monyet!
Penulis : Djenar Maesa AyuPenerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Status : Pinjam di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Bandung
Genre : Cerita pendek
Jumlah Halaman : 135 halaman
ISBN : 978-979-228-991-6
Rating : 8/10
Rasa penasaran saya ketika bertemu buku ini tentu dari judulnya yang menggelitik. Membuka halaman demi halaman di awal buku membuat saya makin berpikir, sepertinya ini menarik. Karena setengah terburu-buru dalam memilih buku di bagian fiksi, Perpustakaan Daerah Bandung yang berada di lantai 2, sayapun lekas mengambil buku pilihan terakhir dalam list peminjaman buku saya hari itu.
Pada bab awal, kita disuguhkan dengan tulisan Djenar Maesa Ayu yang menurut saya begitu berani. Berani dalam mengungkapkan apa yang dirasa dengan gaya bahasa yang unik. Penuh diksi dan imajinatif. Selalu melibatkan perasaan dan latar kehidupan yang bebas. Khas kehidupan malam yang sebenarnya tidak saya kenal bagaimana hingar-bingarnya.
Melalui buku ini, mata saya dibuat terbelalak mengetahui fenomena demi fenomena yang terjadi di luar sana. Apa saya yang terlalu naif? Atau memang beginilah dunia dan kemanusiaannya?
Entahlah.
Bab pertama dalam buku ini tentu cerita pendek yang dijadikan judul buku Djenar.
"Mereka bilang, saya monyet!"
"Sepanjang hidup, saya melihat manusia berkaki empat. Berekor anjing, babi, atau kerbau. Berbulu serigala, landak, atau harimau. Dan berkepala ular, banteng, atau keledai.
Mereka bukan binatang. Cara mereka menyantap hidangan di depan meja makan sangat benar. Cara mereka berbicara selalu menggunakanbahasa dan sikap yang sopan. Dan mereka membaca buku-buku bermutu. Mereka menulis catatan-catatan penting. Mereka bergaun indah dan berdasi. Bahkan konon mereka mempunyai hati."
Itu sedikit cuplikan pada halaman depan buku Djenar. Yang kemudian pada halaman demi halaman berikutnya, saya bagaikan tersihir membaca buku ini.
Penggambaran sosok monyet adalah bahasa metafora yang ingin ditonjolkan bahwa manusia hendaklah bertindak layaknya manusia. Tidak seperti binatang, yang tidak bisa berpikir mana benar dan mana yang salah. Tidak seperti binatang, yang hanya menuruti nafsu tanpa banyak pertimbangan. Tidak seperti binatang, yang tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah ada di hadapannya.
Atau,
si penulis ingin menunjukkan dahsyatnya tulisan yang dibuatnya dalam cerita pendek ini, sehingga membubuhkan kata "monyet" untuk memperdalam makna.
Emm, seperti apa yaa?
"Damn, she's good!"
Seperti itu kali yaa?
Dua kisah cerpen dalam buku ini bahkan diangkat dalam layar lebar yang di sutradai oleh Djenar sendiri pada tahun 2008.Woow, sudah 8 tahun yang lalu. Yang ketika itu, saya masih belum tertarik dengan kisah nyata yang mungkin saja terjadi dan ada di sekitar kita terutama yang hidup di metropolitan city, seperti Surabaya apalagi Jakarta.
Mengangkat kisah kehidupan wanita yang seringkali menjadi bahan eksploitasi pria. Sebut saja dalam kisah yang berjudul "Lintah". Djenar menceritakan bagaimana kehidupan seorang anak perempuan yang merasa jijik dengan peliharaan ibunya, lintah.
"Ibu saya memelihara seekor lintah. Lintah dibuatkan sebuah kandang yang mirip seperti rumah boneka berlantai dua, lengkap dengan kamar tidur, ruang makan, ruang tamu, dan kamar mandi dan ditempatkan tepat di sebelah kamar ibu."
Sudah bisa ketebak siapa itu lintah?
Ternyata saya yang naif ini masih belum bisa menebak siap itu lintah hingga Djenar menuliskan bagian,
"Beberapa kali berhasil membelah diri tanpa sepengetahuan Ibu, lintah makin menjadi – jadi. Ia lalu membelah dirinya menjadi tiga, empat, bahkan lima. Dan kali ini sudah tidak lagi menyelinap dalam kantung saya. Ia menyelinap ke bawah baju saya. Yang satu menyelinap ke pinggang saya. Yang satu lagi ke perut saya. Dan mereka berputar – putar sesuka hati menjelajahi tubuh saya sambil mengidapi darah saya. Saya semakin membenci lintah. Dan saya mulai membenci ibu."
Penggambaran sosok lintah ini adalah hewan yang merugikan bagi si tokoh perempuan dalam kisah ini. Awalnya ia hanya mengambil perhatian ibu, lama-kelamaan ia mengambil harta hingga harga dirinya sebagai seorang wanita.
Berraat...
Yang aneh dalam tokoh utama ini adalah serasa menjadi anak gadis yang tidak bisa menyuarakan isi hatinya. Entah karena ketidak dekatan hubungan antara anak dan ibu, atau karena agar terlihat dramatis, sehingga tokoh ini hidup bagaikan buah simalakama. Serba salah. Karena di ending ceritanya, sang ibu akhirnya hamil dan menikahi lintah.
Ironis.
Beberapa kisah yang dituliskan Djenar membuat saya berdecak kagum. Karena ironi yang indah dan dituangkan dalam bahasa yang lugas tanpa mengaburkan keadaan. Saya membaca dan saya paham. Ternyata inilah maksud si penulis.
Bagi yang sudah membaca bukunya, akan paham bagaimana Djenar menuangkan ide dan pikirannya dalam bentuk kumpulan cerita pendek. Namun bagi yang belum membaca buku Djenar dan langsung menonton film dengan judul yang sama dengan bukunya ini, mungkin akan merasa sedikit bingung dan terganggu dengan ide cerita model begini.
Bagi saya, ini adalah karya seni bagi yang mengagungkan seni dengan nilai tanpa batas. Namun bagi seseorang yang memegang norma, ini adalah bentuk pemberontakan wanita akan masa lalu yang kelam. Karena saya membaca buku ini dan semua tampak begitu nyata. Saya jadi memikirkan bagaimana seorang penulis bisa berimajinasi seluas ini.
Poster film "Mereka Bilang, Saya Monyet" |
Filmnya sendiri dimainkan oleh Titi Sjuman (sekarang Titi Radjo Bintang) yang memerankan tokoh utama wanita. Djenar memilih pemain yang tepat untuk film "Mereka bilang saya, Monyet". Melihat karakter Titi yang dramatical banget, ia adalah sosok pelaku seni yang cerdas. Dibuktikan dengan banyaknya kemenangan dalam beberapa kategori Festival Film Indonesia (2009) dan masuk menjadi nominasi di beberapa Festival film di Asia.
Melalui buku ini, saya mempelajari beberapa hal :
- Benar adanya kalau "Don't judge a book by it's cover".
Awalnya saya selalu melihat buku dari judul dan cover depannya. Kalau menarik apalagi cantik, bisa dipastikan isi bukunya pun begitu.
Tapi buku Djenar ini unik.
Dengan cover theatrical, saya sulit sekali menebak kira-kira apa yang ingin disampakan penulis pada pembaca..? - Pentingnya menanamkan pemahaman ilmu agama dalam sebuah keluarga. Karena sejatinya, Islam turun dengan rahmatan lil 'alamin, yang sudah mengatur segala seluk beluk kehidupan manusia. Manusia hanya tinggal mengikuti apa yang sudah digariskan.
Maka,
janganlah melewati garis itu dan menjadi binatang, yang tak kenal batas dan logika. - Ajarkan anak untuk melepaskan emosi yang dirasakan.
- Belajar untuk memaafkan masa lalu.
Yang ini saya tidak bisa berteori panjang, karena setiap manusia memiliki luka masing-masing. Sedalam apa luka itu...hanya orang yang bersangkutan yang mampu menyembuhkan.
Karena sebaik-baik manusia adalah yang memaafkan kesalahan orang lain.
**sambil diiringi lagu the Corrs "Forgiven not Forgotten"
Sekian review dari saya. Mari kita membaca dan berkenalan dengan dunia (Allah) yang luas ini.
Nice review mba, uda jadi list buat baca karyanya Djenar cuman masih blum kesampean hahaha.
ReplyDeleteButuh waktu yang tepat memang yaaa, teh Herva...
DeleteHUuhu...temanya berraatt...
Betul, djenar senantiasa bisa menuliskan sebuah perumpamaan yang ironis tapi menyindir namun dengan gaya bahasa yang tidak menye-menye dan apa adanya. Gak bikin pembaca bosan dengan segala apa yang bercokol di kepalanya.
ReplyDeleteMba Ipeh sudah (jaauuhh) lebih berpengalaman.
Deletejadi ga kaget lihat tulisan Djenar.
saya awalnya kaget, tapi malah jadi penasaran.
*haiaah...
Beberapa kali baca cerpennya Djenar di koran, seringnya ada kesan bebas yang dibalut ironi. Berani dan tajam... tapi kadang saya nggak nyambung juga karena mungkin beda 'dunia' atau 'latar belakang' ya :D
ReplyDeleteReviewnya keren mbak ^^
Beneerr bener, teh...kadang mikir keras gitu...maksudnya teh apa yaa..?
DeleteApa memang itu maksud penulis yaa, teh?
membiarkan pembaca berimajinasi liar.
Saya dari dulu nggak berani baca buku beginian, karena (masih) naif seperti Teh Lendy. Setiap saya kebobolan baca buku sejenis ini, pasti susah tidur berhari-hari, sakit banget. Nembus ke ulu hati, bikin pecah otak. Bukan pada bahasa dan gaya penulisannya. Tapi, rasa sakit dan kenyataan yang ada. "Ya Allah, beginikah dunia itu."
ReplyDeleteSetelah menikah seperti sekarang baru berani.
"Kebobolan"...?
DeleteHiihii...mba Lidh masih cupu ternyata...
*kaya saya yang uda dewasa yaa teh?
Kayanya novel Mira. W dulu ceritanya juga ada kisah tentang rumahtangga nya kan yaa teh?
Sampai hari ini belum pernah baca buku-bukunya Djenar Maesa Ayu -_-
ReplyDeleteJadi gak tau bagaimana gaya penulisannya dia :l
Keren mas Fandy.
DeleteBagi wanita, ini seperti bentuk ekspresi kebebasan yaa...
Baru tau klo koleksi bapusipda ada novel ini. Bisa dikira2 kalo banyak buku2 keren lainnya *berbinar.
ReplyDeleteMau tau syarat keanggotaan donk mba. Trus bisa pinjem brp lama? Ada denda? *galfok
Tp reviewmu kece banget. Sampe skrg drqu bukanlah pencerita ulang yg baik,huhu. Meski ngeripyu bukan nyeritain ulang, tp ttp aja masih susah bagi seorang saya haha
Uni suka gittu deh...Huhhuu...padahal kecean Uni banget blognya.
Delete*numpang tenar sama Uni yaa...
Jadi anggota di bapusipda gak bayar, Uni.
Cukup isi form sama kasih fotocopy KTP.
Nanti lansung di foto di sana dan voillaa...gak nyampe 5 menit, uda jadi kartunya dan bisa langsug dipake minjem.
Aku punya buku ini masih cover lama. Jujur aja pas pertama kali baca dulu harus diulangi karena Aku nggak ngerti maksudnya, tapi lama-lama aku ngerti kok teh #pembelaan hahaha
ReplyDeleteTapi kayaknya ini cuma gara-gara belum cukup umur aja kali ya teh buat baca cerpen dewasa gini makanya nggak ngerti #eaa #dilemparsendal 😂
Aku jadi pengen baca jugaaa :(
ReplyDeleteTeh klo perpus itu cuma buat warga bandung? *koo nggak nyambunh nanya nya, biarin yaa :D
Pas ngajuin kartu anggota perpus siih...yang diminta fotocopy KTP sama foto, teh Amy.
DeleteMungkin bisa buat yang kabupaten Bandung yaa...?
Tapi kan sekarang e-KTP yaa...?
**semua boleh kali, teh...
(jawabanku penuh ketidak pastian. Hhahha...)
yuhuu komen egeen hihi.. mba aku ga berani baca novelnya djenar. syereeem XD
ReplyDeletebagus reviewnya mba. aku udah lama nggam baca novel
ReplyDeleteAku udah baca beberapa bukunya Djenar Maesa Ayu mbak. Dan semuanya bagus-bagus memang. Bukan sekadar roman picisan belaka dan terkadang mesti dipahami beberapa saat terlebih dahulu.
ReplyDeleteDiksi yang berani ya. Sering ditemui di kehidupan nyata. Makasih sudah Reviewny jadi hilang penasaran buku ini
ReplyDeleteAku suka banget sama keberanian Djenar dalam mengungkapkan kata-kata. Kasar tapi terkemas cantik.
ReplyDeleteAku baca buku ini pas baru keluar, masa-masa berstatus mahasisawa.
Aku mungkin enggak akan memilih cara menulis seperti Djenar, karena bukan gaya aku. Tapi bukan berarti aku akan mengkritik cara penulisan dia. Karena aku justru suka.
Belum pernah baca satupun buku karyanya Djenar. Eh emang udah lama gak baca buku juga sih hihihi.. judulnya berani banget ini ya mbak..
ReplyDeleteKereeen banget ripyunya Len..
ReplyDeleteIya, judul buku ini berseliweran di mana mana, aku jadi kepo dengan bahasa "monyet" nya.
Tengkyuu banget,
Dan memang benar setiap manusia punya lukanya masing2, dan sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memaafkan hiks..
Ini buku lama yg sampe sekarang bikin aku penasaran. Karena tiap ke toko buku pas lagi abis. Mau pinjem temen eh masih digilir terus sama temen lain, sampe akhirnya lupa :)))
ReplyDeleteTulisan Djenar sepertinya selalu blak-blakan, ya. Terkesan berani begitu. Saya jadi menbayangkan tentang lintah. Ngeri juga kalau di rumah ada yang seperti itu
ReplyDeleteBahasanya Djenar memang selalu begitu ya tapi ya begitu. Duh meuni susah nggambarinnya.
ReplyDeleteSebenarnya saya sempat tertarik membaca buku ini tapi takut terlalu vulgar hehehe.... Dari ulasan Mbak saya jadi ngeh kalau vulgar tapi masih ada lesson learnnya gitu ya mba :)
ReplyDeleteIni kalau nggak salah buku lama ya Mbak, cuma covernya baru. Dulu banget zaman kuliah awal-awal tahun 2000-an saya pernah baca buku ini. Pernah punya tapi lupa udah dihibahin ke siapa. Hehehe...
ReplyDeleteBelum baca buku Djenar yang ini dan belum nonton film-nya juga ya, baca review dari Lendy kayaknya menarik banget
ReplyDeleteAku jd ingat pernah baca buku cerpen karangan perempuan Bali. Cerita yg diangkat ya seputar kehidupan perempuan di jaman sejarah, atau di lingkungan hukum adat. Kalo baca reviewmu, kayaknya tulisan macam itu emg menarik dibaca, walau hati suka miris ya
ReplyDeleteBuku Djenar ini memang "vulgar" tapi banyak hikmah kehidupan di dalamnya. Pernah baca review juga di tempat lain dan kami senada.
ReplyDeleteBaca reviewnya sukses bikin pengin baca bukunya juga! Semoga masih ada yg jual deh. Dan ternyata juga ada filmnya ya? Hmm apakah sebagus bukunya? :))
ReplyDeleteUwooo jadi pengen baca, review kakak seru deh. Aku suka baca gente dengan tema sperti buku di atas. Nyindir dan nyentuh sisi kemanusiaan
ReplyDeleteAlhamdulillah mampir sini yang ditengok gak review drakor lagi hihihi... soalnya yang kemarin aja belum abis-abis ditonton hehe. btw saya juga punya lho mba buku ini, karena Ibu saya guru sastra, jadi banyak nyimpen novel dan buku-buku. Kalau saya pribadi malah lebih senang menonton filmnya, hehe rasanya waktu itu nonton filmnya pas jaman SMA apa kuliah S1 gitu, udah lama banget, dan memang kereeeen banyak lelucon satir yang nyindir tapi membuat kira berfikir "ya bener juga ya"
ReplyDeleteAku kayaknya pernah baca, tapi gak sampai selesai. Entah pinjam siapa, karena aku nggak pernah beli buku itu. Tulisan Jenar berani dan kritis banget. Out of the box ide2nya, dan aku kurang suka sih dengan gaya penulisannya. Tapi emang diksi yang digunakan itu kaya ya
ReplyDeleteAku pernah menimang2 buku ini di tobuk dan mencoba untuk mengadopsinya. Namun aku tau batas kekuatanku saat membaca, sepertinya aku terlalu lemah untuk menerima kebenaran yang disampaikan dengan cara yang ironis :)
ReplyDeleteBaru tahu kalau ada buku judulnya "mereka bilang saya monyet" karya Djenar Maesa Ayu. Aku pun juga suka kalau ada film yang diadaptasi dari buku atau sebaliknya. Jadi penasaran pengen baca buku ini juga deh. Nice review, Mbak.
ReplyDeletewaktu pertama kali baca bukunya Djenar, aku langsung searching loh, dulu, kek mana yang namanya Djenar, malah bukan filmnya kucari. Sekarang jadi pingin lihat filmnya setelah tahu isi bukunya.
ReplyDeleteTadinya gak terlalu tertarik baca bukunya setelah baca review-nya kok jadi kepengen baca ya mba. Dirimu kece sekali nge-reviewnya huhuuuuu....
ReplyDeleteSkripsi aku du bahas soal Djenar MAesa Ayu mba. TRus akhirnya wawancara juga ama dia soal bukunya yang judulnya "Mereka bilang Saya monyet" Tapi yang cover lama. Bagus banget dan bahasanya sih emang rodo bikin kaget. Hhhehe
ReplyDeleteSudah lama mendengar tentang buku ini tapi belum sempat membaca..dan tulisan mba membuat saya makin penasaran dgn buku ini..
ReplyDeleteBelum pernah baca bukunya tapi pernah baca sedikit reviewnya dari teman ku, penasaran pengin baca bukunya sampai habis.:)
ReplyDeleteBuku lama ya. Dari dulu sering liat di rak toko buku selama bertahun-tahun. Harapanku sih suatu saat ada jg buku mbak djenar yg menulis dgn gayanya tentang suatu kisah yg indah. Biar ada keseimbangan hidup hehehe..
ReplyDeleteBuku lamanya Djenar ya, tapi aku juga belum pernah baca sih cuma tau aja. Beberapa buku lainnya dari Djenar aku punya
ReplyDeleteSaya termasuk yang 'terganggu dengan ide cerita model begini' Mbak, pernah membaca salah satu bukunya Djenar, juga buku kumpulan cerpen (penulisnya beda2) dengan gaya serupa. Saya nggak bilang jelek, bagus banget, cuma mungkin cara penuturan cerita seperti ini memang bukan selera saya sih ya.
ReplyDeleteIni kyknya aku kalau baca buku ini agak2 butuh konsentrasi tinggi kali ya mbak? Dengan perumpamaan2 gtu jd agak2 butuh waktu tanopa gangguan bacanya spy bisa mencerna isinya lbh mudah :D
ReplyDeleteBukunya butuh kecerdasan pembaca ya �� lintah, awalnya q pikir lintah darat. Lalu mikir lagi, oh bapak tirinya kah ? Eh kok si ibu hamil lalu mnikah dg si lintah. Jd td blum mnikah sdh tggl drmhnya ? Ah pusing jg ni ��
ReplyDeleteWah, noted banget ya mba. Bahwa anak diajarkan untuk melepaskan emosinya dengan cara yang baik.
ReplyDeleteBaca cuplikan cerita lintah jadi penasaran sama lanjutannya
Wah udah lama banget ini saya bacanya. Di masa kejayaan Djenar ya dan novel ini dulu kontroversial tapi laris.
ReplyDeleteDjenar ini emanng terkenal banget ya klo nulis.
ReplyDeletesaya masih bingung dan gak ngerti jalan ceritanya, harus baca langsung dan dalam kondisi tenang kayaknya ini :D
Aku suka Djenar! And I have read this book as well! It’s very interesting yet powerful
ReplyDeleteDulu pas belajar nyerpen saya belajar juga sama tulisan Djenar.
ReplyDeleteTulisannya dalem dia, pinter merangkai katanya keren. Aku belum tamat baca ini
Aku belum pernah baca atau nonton film ini sih kayaknya menarik ya. Setau aku ya kalau Djenar ini selalu bikin novel yang kontroversial ya kaya agak2 vulgar gitu.
ReplyDeleteAku belum pernah baca tulisan Djenar. Mungkin krn aku belum siap baca kenyataan hidup yg frontal.
ReplyDeleteYa ampun ini buku dari jaman aku kuliah banget udah ada wkwkkwkwkwk Djenar terkenal banget di kampusku dulu, yaiyalah Sastra :D Btw, Mbak Lendy kuliah di mana? Jangan2 unpad?
ReplyDeleteAku penasaran buku ini. Tapi jujur aku jarang memilih bacaan dg kadar sarkasme seekstrem Djenar. Hahahahaha. Aku lemah #ditabokmassal
ReplyDeleteAku belum berani baca karya Djenar Maesa Ayu yang kabarnya berani mengungkapkan sisi perempuan dan laki-laki dalam diksinya
ReplyDelete