Lindungi dan Pulihkan Pangan Lokal
Bismillaah,
Indonesia yang kaya akan hasil kebun, hasil hutan dan hasil laut berupa pangan lokal ini, ternyata dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia masih mengimpor lima komoditas pangan utama, seperti beras, daging sapi, bawang putih, jagung, dan gula pasir.
Sad, but true...
Kita semua sebagai warga negara Indonesia harusnya bisa menjadi lebih baik lagi dalam melindungi dan mengembangkan potensi alam yang dimiliki bangsa ini.
Ada banyak sekali tantangan ketersediaan pangan lokal yang dialami Indonesia, diantaranya karena kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, harga yang kurang kompetitif karena masih dalam bentuk bahan mentah, serta mutu produk yang tidak konsisten karena tidak ada standar baku mutu untuk pangan lokal.
Hari Sabtu, 14 Juni 2025 di Taman Ismail Marzuki, bersama Eco Blogger Squad yang bekerjasama dengan LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari), Laboratorium Inovasi Lestari dan Pancaran Sinema mengadakan serangkaian acara "Ruang Setara dan Lestari" dengan tema besar Workshop Kolase "Protect & Restore Local Food".
Acara ini dipandu oleh MC kondang keshayangan ummat Eco Blogger Squad, kak Fransiska Soraya, atau yang disapa akrab dengan panggilan kak Ocha, alhamdulillaah berjalan lancar dan sangaaatt berkesan.
Pasti sahabat lendyagasshi bisa juga nih.. bebikinan prakarya yang berasal dari barang bekas atau bahan alam yang ada di sekitar kita. Kuy, kepoin acara kamiii.. semoga terinspirassii..
Lets get it!
Workshop Kolase "Protect & Restore Local Food"
Karena temanya workshop, pastinya uda bisa nebak yaah... selain materi dari beberapa pakar mengenai local food, juga endingnya para peserta disediakan peralatan untuk berkreasi sesuai dengan imajinasi masing-masing.
Rasanya memuaskan hasrat untuk menuangkan segala rasa di atas kertas.
Karena tugasnya adalah membuat kolase dari barang bekas ((majalah dan novel bekas)) dan bahan alam yang ada di sekitar kita ((seperti daun kering, bunga atau buah pinus dan aneka bahan alam lainnya)).
![]() |
Materi 1 : Ristika Putri (Sekretariat LTKL)
Sebelum memasuki sesi workshop, ka Ristika Putri atau yang biasa dipanggil ka Tika memberikan materi mengenai Kabupaten Lestari.
LTKL adalah singkatan dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), yakni asosiasi yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten untuk mewujudkan pembangunan lestari yang ramah lingkungan dan ramah sosial, melalui gotong royong multipihak.
![]() |
peta hutan Kabupaten Lestari di Indonesia |
Kabupaten Lestari ini memiliki 9 kabupaten dengan anggota di 6 provinsi di Indonesia dan bekerja berdampingan dengan 21 jejaring mitra multipihak tingkat global, nasional & daerah yang bergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama.
Anggota Kabupaten Lestari di Indonesia diantaranya hutan yang berada di daerah Aceh Tamiang, Siak, Musi Banyuasin, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Sigi, Gorontalo, Bone Bolango.
Tujuannya apa sih dibentuknya Kabupaten Lestari? Sesuai tujuan dari visi dan misinya yakni melindungi dan mengembalikan fungsi hutan, gambut dan ekosistem penting lainnya di wilayah administrasi kabupaten anggota LTKL.
Seperti yang sahabat lendyagasshi ketahui, anak muda sekarang lebih bangga bila sudah sekolah jauh ke kota besar atau bahkan keluar negeri hingga enggan balik ke desa. Padahal desa membutuhkan tenaga anak muda yang kreatif untuk mewujudkan masyarakat yang kreatif namun tetap menjaga alam.
Bagaimana caranya? Salah satunya adalah sama-sama bergotong royong dengan semua pihak untuk bertransformasi menjadi kabupaten yang mampu menjaga alam sekaligus menyejahterakan masyarakatnya melalui perbaikan rantai pasok dan hilirisasi industri ramah lingkungan & ramah sosial berbasis masyarakat.
Masih agak lieuur atau belum punya gambaran?
Kuy, lanjut ke materi kedua yang disampaikan oleh ka Esty Yuniar, perwakilan dari Semesta Sintang Lestari.
**Sintang adalah salah satu daerah otonom tingkat II di wilayah Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia
Materi 2 : Esty Yuniar (Semesta Sintang Lestari)
Materi kedua ini dikuatkan lagi tentang pentingnya dibentuknya Kabupaten Lestari dan peran anak muda untuk bisa berkarya dan bangga menjadi anak daerah.
Permasalahan hutan dan gambut itu selain ada faktor dari alam seperti kebakaran hutan dan kekeringan, juga permasalahan masyarakat adat yang kurang bisa mengelola hasil alam dengan optimal.
Mereka memang melindungi hutan, namun karena pemanfaatan yang belum optimal inilah hasil alam menjadi sangat minim penghasilan dan kehidupan ekonomi di daerah yaa.. begitu begitu aja.
Dengan bantuan teknologi, pengelolaan hasil alam bisa lebih optimal.
Seperti pengolahan sengkubak menjadi penyedap rasa alami.
Seperti apa daun sengkubak ini?
![]() |
Sengkubak, tanaman asli dari hutan Sintang, Kalimantan Barat |
Selain Sengkubak, di hutan Kalimantan juga banyak menghasilkan pangan lokal lain, seperti buah tengkawang, yang dapat menghasilkan minyak nabati bergizi tinggi kini untuk bahan masakan dan juga sebagai bahan baku skincare yang bermanfaat untuk melembapkan kulit, meningkatkan elastisitas kulit, membantu mencegah penuaan dini dan kulit terbakar akibat paparan matahari serta mengatasi masalah rambut kering dan rusak.
Kalau sahabat lendyagassi memahami cara hidup masyarakat adat, mereka bener-bener manjaga bumi dengan cara hanya mengambil dan mengolah apa yang disediakan hutan seperlunya. Tidak berlebihan.
Tak hanya hasil hutan, di Kalimantan juga mengalir sungai yang menghasilkan banyak ikan yang berpotensi untuk menjaga kesehatan tubuh manusia jika dikonsumsi. Seperti, melancarkan pencernaan, mencegah radang paru-paru, mengurangi beban asma dan bronkitis dan mencegah kanker, membantu mengurangi pengaruh penuaan dan kerusakan akibat sinar matahari.
Masyarakat adat memiliki aturan "tak tertulis" yang harus mereka patuhi untuk terus bisa menjaga hutan di Kalimantan.
Seperti masa berladang, masyarakat melakukannya di waktu-waktu tertentu.
Setelah panen, mereka mengolah hasil panen dan menunggu hingga waktu berladang kembali tiba.
━ ka Esty Yuniar, Semesta Sintang Lestari.
![]() |
Brand dari pangan lokal asli hutan dan sungai di Sintang, Kalimantan Barat |
Bischo ━ Salah satu brand yang membuat hasil pangan lokal dari hutan di Sintang, Kalimantan Barat lebih ber-value. Bischo adalah camilan terbuat dari ikan gabus dan ikan tomon, yang ternyata memiliki manfaat besar, salah satunya untuk cegah stunting.
Awalnya, mengolah ikan gabus dan ikan tomon ini tentunya ada tantangannya.
Namun setelah melewati prosesnya dan kini Bischo sudah menemukan rasa dan komposisi yang tepat sehingga memiliki rasa cemilan yang manis, enak dan gak amis.
Ikan gabus segar sendiri bisa diperoleh di perairan sungai di Kalimantan. Mengandung beberapa nutrisi, seperti asam lemak omega-3, lipid yang diklasifikasikan oleh fosfolipid, gliserida parsial, kolesterol, alkohol lemak, trigliserida, dan ester kolesterol, asam lemak tak jenuh ganda, dan asam lemak omega 6.
Keren yaah...
Materi 3 : Dian Tamara (Pancaran Sinema)
Di sesi akhir acara workshop, dibantu oleh ka Tamara dari Pancaran Sinema, kami dibekelin kertas HVS warna-warni, majalah bekas, dedaunan kering, daun dan buah pinus kering untuk dijadikan kolase dari potongan lirik "Warisan Lintas Zaman".
![]() |
Penggalan lirik lagu "Warisan Lintas Zaman" |
Kami dengan tekun berkreasi sesuai dengan imajinasi yang terlintas dan mashaAllaa~
Ada beragam karya dari sahabat-sahabat Eco Blogger Squad yang menarik!
Ada yang membuatnya secara 3D, ada yang membuatnya dengan warna-warni dan ada juga yang membuat seperti madink jaman dulu.
Seruu sekalii!!!
Kesimpulan
Dibentuknya LTKL atau Lingkar Temu Kabupaten Lestari bertujuan sebagai akselerator untuk menciptakan model ekonomi dan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kabupaten yang lestari dan mandiri.
Sebelum ada Kabupaten Lestari, banyaaakk banget masalah mengenai hutan di Indonesia, seperti kebakaran hutan, pemanfaatan hasil alam yang kurang optimal, hingga masyarakat adat yang bekerja sendiri.
Kini, dengan dibentuknya LTKL, diharapkan gak ada lagi kemiskinan di negeri kita yang kaya ini. Semua anak muda berbakat dan inovatif siap bergerak untuk melindungi bumi melalui pengelolaan hasil hutan dan hasil alam yang ada di Kabupaten Lestari.
Maka dari itu, bersama kita mengolah dan menikmati hasil alam dengan bijak dan bernilai tinggi.
Sudah saatnya, anak muda Indonesia menjaga apa yang tersedia di alam serta mengembangkannya menjadi sebuah produk bernilai tinggi secara bijak, sehingga tumbuh menjadi Ekonomi Restoratif ((model ekonomi yang memperhatikan keseimbangan kegiatan ekonomi dan lingkungan)).
Yukk, kamu, aku dan kita semua sama-sama lestarikan alam. Bersama kita dukung produk buatan asli anak negeri, seperti cokelat dari @kalaraborneo dan @yagi.forest
Jangan lupa follow IG dan sosial media mereka yaa.. Selain mendapatkan produk buatan anak ngeri, sahabat juga bisa merasakan manfaat besar dari hasil hutan Indonesia yang diolah dan dikelola secara bijak.
Selamat Mencobaaa~
#BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku #FestivalLestari #KabupatenLestari
Salam hangat,
Keren sekali acara workshop ini. Pasti banyak ilmu yang didapatkan. Dan sebenarnya pangan lokal ini tidak akan pernah habis karena Indonesia ini sangat luas. Ibarat pepatah akar tak ada Rotan pun jadi. Salah satunya di Kalimantan. Daun sungkubak dan buah tekngkawang yang banyak manfaatnya selah satunya untuk kosmetik. Belom lagi ikan yang bisa diolah. Salah satunya ikan gabus
ReplyDeleteWorkshop seperti ini inginnya sering diadakan ya mbak sebagai bentuk edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Prihatin ternyata Indonesia masih impor komoditas pangan yang semestinya bisa diproduksi sendiri ya (maria tanjung)
ReplyDeleteBaca tentang LTKL ini, saya mendadak teringat dulu pernah mampir sebuah desa yang memiliki ekowisata mangrove. Namanya SRIMINOSARI yang berlokasi di Labuhan Maringgai, Lampung Timur.
ReplyDeleteKonsep berdiri dan operasional mereka juga persis sama dengan LTKL ini. Kecintaan warga akan kekayaan alam khususnya tanaman mangrove sudah menginspirasi mereka untuk memanfaatkan tempat ini sebagai ranah pelestarian alam dengan memberikan manfaat ekonomi bagi semua warganya. Tempat ini diurus secara mandiri hingga benar-benar menjadi salah satu sumber penghasilan yang bisa dinikmati masyarakat tanpa harus merusak kehidupan flora dan fauna yang ada di sana.
Lihat rincian lokakarya di atas, sepertinya bagus juga jika hal bermanfaat seperti ini sosialisasi diadakan dalam scope yang lebih luas. Saya kok lebih merasa hal seperti ini tuh tepat jika diadakan di sekolah-sekolah (SD, SMP, SMA) agar kecintaan akan lingkungan bisa dipupuk sedari masih anak-anak.
BTW, saya tertarik banget loh dengan bikin journal memanfaatkan materi2 alam seperti di atas. Saya suka banget journaling. Bahkan journaling itu jadi me time yang (sangat) menyenangkan. Buku2nya saya manfaatkan untuk mencatat kegiatan2 dan konsep materi tulisan saya.
Baru denger tentang Sri Minosari ini yuk, dan langsung googling ternyata bener berada di pesisir dan ternyata luasnya 268 hektare, amazing! Aku terakhir main ke wisata mangrove Tapak di Jawa Tengah, dan experience saat itu luar biasa banget. Yang di Sri Minosari dari berita online juga udah jadi objek wisata sekarang. Bagus kalau pemeritahan setempat memanfaatkan potensi mangrove itu secara maksimal. Kalau ada kesempatan mau banget aku main ke Sri Minosari ini, secara dari segi jarak juga lebih dekat dari Palembang.
DeleteAda sengkubak sebagai penyedap rasa alami..ada tengkawang sebagai bahan baku skincare, ikan gabus dan ikan tomkn sebagai pencegah stunting...wah betapa kaya Indonesia dengan pangan lokal yang punha banyak manfaat bagi kita
ReplyDeleteIndonesia begitu kaya. Tapi, berapa mirisnya saat menyadari bahwa untuk beberapa bahan makanan pokok, kita masih import.
Deletekeren banget ya LTKL, selalu berinovasi
ReplyDeleteSaya pernah nyimak perbincangannya bareng Gita Wiryawan dan ngebatin
Andai pemerintah mau membantu penjualan
seperti menyalurkan biskuit ke posyandu2
Pastinya bakal tambah keren dan berkelanjutan
Kayak lingkaran setan. Petani semakin berkurang. Generasi muda juga udah banyak yang meninggalkan sawah. Tapi, ini yang menyebabkan aspeknya kompleks sekali. Dari pergeseran gaya hidup hingga perlindungan pemerintah untuk kesejahteraan petani (tanpa harus juga mencekik masyarakat yang daya belinya semakin menurun). Makanya pas bawa awal aja udah kaget ternyata untuk beras dan jagung aja masih harus impor :(
ReplyDeleteTapi namanya harapan ya akan selalu ada. Kayak di sini infonya soal LTKL yang punya misi melindungi fungsi lingkungan dan mensejahterakan masyarakat di wilayah administrasi kabupaten anggota sesuai dengan target nasional. Ah, semoga gerakannya semakin masif dan menunjukkan keberhasilan. Amiiin
Keren banget nie kak bisa ikt workshop tenatang local food dan dari sana kita juga dapat banyak pengetahuan baru cara agar menjaga bumi ini tetap berkelanjutan dengan cara pemanfaatan yang sebaik2 nya sebagaimana yang masyarakat adat lakukan dan dengan ilmu yang lebih baik tingkat ekonomi juga bisa meningkat..bersama bekerja sama untuk menjaga bumi
ReplyDeleteBagus juga ya ada Kabupaten Lestari ini, karena bisa menginspirasi yang lain juga untuk konsisten menjaga lingkungan hidup.
ReplyDeleteBtw, seru nih Teh ada workshopnya juga, jadi bisa diterapkan lagi di rumah
Saya senang melihat anak muda semakin banyak yang bergerak menyelamatkan bumi. Karena memang mereka yang ibaratnya masih memiliki masa depan panjang. Harapan saya, semakin banyak yang membantu anak muda. Jangan biarkan mereka bergerak sendiri. Semua harus ikut andil, termasuk pemerintah
ReplyDeleteWuih kere banget ini acaranya, isinya full ilmu dong ya. Menanamkan kesadaran pada kita juga.
ReplyDeleteJuga, selain daging ilmunya soal lindungi dan pulihkan pangan lokal, peserta bisa berkreasi nih bebikinan kolase dari barang bekas dan bahan alam di sekitar...wah, seruu!!
DeleteBener banget sih, pangan lokal tuh aset penting. Semoga makin banyak yang sadar dan ikut jaga bareng-bareng.
ReplyDeleteBaru tahu soal Kabupaten Lestari. Memang kita harus bijak memanfaatkan alam. Memakai seperlunya dan tak lupa memperbarui apa yang kita ambil agar senantiasa tersedia untuk memenuhi kebutuhan
ReplyDeleteWorkshopnya bagus dan menambah wawasan sih ini. Pangan lokal memang harus bijak menyikapinya... apalagi kebutuhan sehari-hari ini...
ReplyDeleteCobak rumahku area JKT dan sekitarnya kalau undangannya sampe langsung cyuss mbak Len...
ReplyDeleteAcaranya seru banget lho!
Nggak cuma duduk manis, tapi tangan sama otak bener-bener ikut kerja bikin kreatifitas.
Ya ampun, keren keren!!!
Itu mas Achi kelihatan banget menikmati biskuit e..
Hahaha... Aku mupeng sama biskuit gabusnya... :D
Saya punya banyak kenangan bahan makanan yang sekarang tak ada lagi atau minimal sangat sulit ditemukan. Kebetulan saat masih TK dan SD memang lagu "paman datang dari desa" benar nyata adanya. Serealia langka, umbi langka, saya hanya pernah bertemu saat SD dan itu berarti 30-35 tahun lalu.
ReplyDeleteBischo, coba ya badan gizi nasional menggandeng produsennya Bischo ini. Bisa jadi alternatif camilan sehat buat anak-anak, apalagi bagus juga buat program pencegahan stunting.
ReplyDeleteSebenarnya banyak banget emang pangan lokal di negara kita, cuma saja belum banyak diekspos, jadi tak banyak masyarakat yang mengetahuinya
Salut dengan filosofinya yang mengambil dari hutan dan mengolahnya secukupnya saja, tidak berlebihan
ReplyDeletebeda sekali dengan sekelompok orang yang memperkaya diri sendiri dengan bersembunyi dari berbagai alasan tapi ujungnya merusak Indonesia seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia
Acaranya seru banget ini, pengen ikutan juga kalau ada di surabaya
Ini memang keren sekali ya Mbak. Karena hutan itu akan memberi sesuai apa yang kita butuhkan. Jadi kalau manusia mulai serakah ya hutan marah juga dan akhirnya tak mau memberi manfaat lagi kepada manusia.
DeleteWuah Bischo ini bisa jadi camilan yang cocok untuk anak-anak mba. Effort banget loh pihak posyandu dan pemerintah Desa tempatku buat menaikkan BB dan TB bayi.. Biar keluar dari zona stunting..
ReplyDeleteBetul juga ya,kalau semua anak muda di desa pada kuliah di ibukota, lalu siapa yang akan mengembangkan desa? Btw aku ikut senang dengan didirikannya LTKL semoga programnya banyak direalisasikan
ReplyDeleteButuh pendekatan khusus sejak dini pada kaum muda jaman now sepertinya yaaa agar dari awal menapaki jalur pendidikan, orientasinya sudah langsung ke pengembangan desanya masing2.
Deleteworkshop seperti harus sering memang diadakan terutama didaerah yang memang langsung berdampingan dengan wilayah hutan yang masih luas. kalau kayak di daerah ku riau, yang gambutnya rerata luas, tebal dan dalam itu aja sudah banyak banget di konversi jadi lahan kebun kelapa sawit, dan seluas2 mata memandang adalah hamparan kelapa sawit. sedih kadang hiks...
ReplyDeleteSetuju kak, karena bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat maupun generasi muda dalam membangun daerahnya, serta menjaga lingkungan dengan baik.
DeleteSedihnya petani di Indonesia tuh sering dianggep 'kasta bawah' dan dipandang sebelah mata. Mereka yang masuk pendidikan jurusan pertanian pun acapkali dianggap buangan, padahal sejatinya mereka itu tulang punggungnya ekonomi nasional lho. Dan begitulah.. pada akhirnya sampai sekarang kita bisanya cuma impor impor dan impor terus.
ReplyDeleteBtw aku seneng sama acara begini mbak. Moga makin banyak dan luas ya coveragenya, supaya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup lebih bersinergi bersama lingkungan.
Dan pemerintah juga mesti support si. Gak boleh pulak lah itu apa2 tambang bae hahaha
Beneran Mas. Saya juga miris banget sama para petani. Padahal di beberapa negara maju sekalipun, pertanian ini bener-bener diperhatikan karena tentu aja berhubungan dengan pangan masyarakatnya.
DeleteDan dari acara ini, kita tuh dibuat melek buat peduli sama lingkungan. Biar bumi sehat, pertanian pun ikutan maju dan akhirnya yang diuntungkan juga masyarakat. :)
Penasaran nih Len dengan hasil karya dari teman2 yang ikutan. Kulihat ada Achi dan Salman juga hehee... Kan jadi pengin ikutan bikin.
ReplyDeletePenggunaan sumber daya alam lokal harus kita dukung dengan sepenuh hati. Selain memberdayakan warga lokal yang bertanam sumber pangan tadi, kita juga tetap menjaga kecintaan pada produk2 lokal. Enggak malah apa2 beli produk luar negeri.
Benar, jangan malah semena-mena malah mengambil sumber daya untuk kepentingan sendiri alias serakah. Tapin gunakan untuk kemashlahatan umat
DeleteWorshopnya sangat ber-nutrisi, membaca ulasanya aja sudah merasa segar, berterima kasih untuk semua pihak yang mewujudkan acara itu, terlebih LTKL yang memiliki misi yang luhur.
ReplyDeleteTertarik sekali dengan sengkubak, penyedap rasa yang bermanfaat memperkuat daya tahan tubuh. Nanti aku lihat lebih detail tentang itu.
Semoga apa yang dirintis dan dilakukan oleh lembaga ini terus berkembang dan generasi penerus bisa menjadinya wadah baik untuk kelangsungan hidup.
Indonesia ini kaya subur rowo-rowo ya, Mbak. Makanya ada istilah, akar pun bisa jdi makanan. Berbagai tanaman Indonesia bisa diolah, dan sebenarnya inilah pangan lokal. misalnya duan sengkubak dana buah tengkawang. Terus ternyata ikan gabus pun bisa dapat diolah dengan baik.
ReplyDeleteKeren dan menginspirasi! Menyoroti pentingnya pangan lokal sebagai kunci ketahanan pangan, pelibatan pemerintah, petani, dan masyarakat jadi kunci suksesnya. Semoga makin banyak dukungan untuk pangan lokal Indonesia! 😊
ReplyDeleteTulisannya ngena banget! Setuju, pangan lokal perlu lebih kita dukung biar Indonesia makin mandiri dan berkelanjutan. 🌾💚
ReplyDeleteMembaca data impor pangan utama Indonesia terasa miris, mengingat betapa melimpahnya hasil kebun, hutan, dan laut kita. Tapi tantangannya juga banyak seperti harga yang kurang kompetitif dan kurangnya standar mutu. Di sini peran Kabupaten Lestari dan Semesta Sintang Lestari dalam memberikan solusi seperti pemanfaatan sengkubak dan buah tengkawang, serta produk olahan ikan gabus seperti Bischo yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat adat secara berkelanjutan.
ReplyDeleteSemoga semakin banyak anak muda yang terinspirasi untuk kembali ke desa, berinovasi, dan bersama-sama menjaga alam sekaligus menyejahterakan masyarakat ya.
Kekayaan negara itu memang harus dikelola sendiri dengan cerdas, sehingga kita bisa berdiri sendiri dan menjadi negara sejahtera.
ReplyDeleteDaun sengkubak bisa jadi penyedap rasa alami. Kita nggak perlu lagi gunakan penyedap rasa yang macam dijual-jual itu lagi dong ya. Mantap sih asal kelestariannya kita jaga dengan sepenuh hati untuk anak cucu kita nanti
ReplyDeleteWah seru banget, Teh ikut acara gathering EBC. Bener banget yaa banyak anak muda sekarang yang kurang peduli sama desanya sehingga tidak mau kembali ke desa, padahal banyak yang bisa dikelola dan dimanfaatkan untuk menjaga lingkungan.
ReplyDeleteMasyarakat adat tuh emang selalu paling bisa bagaimana memperlakukan alam dengan baik. Tidak merusak apalagi mengambil secara berlebihan.
Waaah pemberi materi sampai 3 orang ya mbaa. Dan menarik sih dr yg aku baca. Tp aku kalo bikin prakarya dari barang bekas, jujur aja ga kreatif mbaaa hahahahaha. Tangan langsung kaku kalo udh related Ama handcrafting 🤣.
ReplyDeleteJadi penasaran rasa daun sengkubak kayak apa, sampai bisa dijadikan penyedap rasa alami 😍. Kalo yg Tengkawang aku udh beli menteganya, Ama minyak kemiri utk rambut. Tp DTG pas aku udh start road trip. Penasaran mau coba pas udh balik JKT nanti
Keren banget acaranya, beruntung ya Teh bisa hadir di acara workshop dari ecoblogger squad. Materinya beneran membuka wawasan, apalagi membuat makanan dari bahan alam lokal, memanfaatkan sumber daya yang ada
ReplyDeleteAku nggak sekreatif temen-temen di workshop itu. Hehe....Tapi barang tak terpakai seperti majalah bekas, kertas, kardus, botol, daun kering, dll juga nggak jadi sampah bagiku. Yang bisa dijual ya dijual (ke mamang rongsokan atau jual di online). Yang organik-organik masuk ke tong kompos. Kreativitasku mentok di situ :))))
ReplyDeleteIndonesia kaya banget tapi sayang pengelolanya orang2 yang gak kompeten, makin ke sini makin awur2an =)) Apalagi kalau semua persoalan ujung2nya MBG =))
ReplyDeleteNgobrolin soal makan/ pangan yup setuju semua daerah punya potensi masing2. Keinget zaman SD dulu kan diajarin tuh, suku madura makannya jagung, suku papua makannya sagu dll. Tapi kyknya anak sekarang malah gak paham taunya semua org makan nasi huhu.
Kalau ngobrolin Kalimantan juga merasa sangat sakit hati. Rakyatnya dari dulu gitu2 aja, dibangun ibu kota baru di sana pun malah menyingkirkan suku yang ada :(
Hutan di Indonesia makin seuprit, yaa kalau bukan masyarakat sendiri yang menginisiasi dan cuma nungguin pemerintah bakalan makin rusak emang hutannya.
Bener sejak turun-temurun tu masyarakat adat menjaga hutan dan mereka enggak serakah seperti penguasa sekarang. Bahkan mereka mencari hasil hutan selain kayunya. Makanya keknya perlu mitos2 ttg siapa merusak hutan bakalan celaka dll itu. Kita percaya aja supaya org2 takut menyentuh hutan.
Ikan gabus emang gampang dijumpai di Kalimantan, jadi keinget masa hamil susah beut nyari ikan gabus di Jakarta padahal di Kalimantan tersedia banyak. Semoga tetap lestari kekayaan hasil bumi di sana dan daerah2 lainnya.
Eco Blogger Squad selalu punya agenda yang keren banget sih 💯🤩. Sebagai orang yang mikirin dan beraksi terkait keberlanjutan aku pun tertarik join. Gimana kah cara joinnya mba? Mohon arahannya yak. Atau info misal ada open member baru gitu hehehe.
ReplyDeleteBener sih, menyedihkan sekali. Negeri agraria ini harus membeli pangan dari negeri orang. Makanya workshop dan event yang diadakan sama EBS sangatlah bagus, makin banyak yang care dan beraksi nyata. Sehingga akan memperbaiki yang sudah mulai rusak. Bismillah sama-sama saling bergandengan buat Indonesia lebih baik lagi. Terutama dalam hal pangan dan alam.
Seru yaa ikut workshop gini jadi nambah ilmu juga. Teh Lendy ikut yg online apa offline?
ReplyDeleteSebenernya banyak pangan lokal tapi kurang viral aja, dan semoga makin banyak peminatnya. Biar gak ketergantungan bahan pangan impor.
kak.. aku langsung jadi salah fokus loh pas baca ikan gabus jadi bahan utama kue. sampe aku baca ulanh.. eh kok bisa..
ReplyDeletebiasanya mentok kan dibikin kayak masakan atau enggak kayak kapsul buat pengobatan gitu-gitu. Asli idenya keren banget sih ini.
Acara workshop seperti ini bagus banget dan better lebih sering diadakan agar masyarakat dapat menerima informasi dan jadi lebih paham tentang negeri ini yang sangat kaya dengan sumber daya alam dan kita tahu cara mengelolanya dengan baik
ReplyDeleteseneng banget bisa join di acara yang diadakan sama Blogger Eco Squad. Dulu aku ketinggalan info, jadinya tau Eco Blogger Squad juga udah telat. Pengen juga bisa ikutan dateng langsung. Semoga next ada kesempatan buat gabung di Eco Blogger Squad
ReplyDeleteaku sendiri baru tau ada Kabupaten Lestari mbak. Kalau gini, kita semua jadi semangat buat menjaga dan melestarikan alam. sedih kalau terus-terusan liat beritamengenai kebakaran hutan dan hutan dimanfaatkan untuk hal-hal yang nggak baik.
Alhamdulillah ya Teh..bisa ikut acara yg padat bergizi begini. Terima kasih sdh membagikan pengalamannya dan juga materi acaranya. Jadi makin semangat nih ikut serta lindungi pangan lokal kita..
ReplyDeleteDi balik hutan yang sunyi, ada pangan yang tersembunyi.
ReplyDeleteKalau mau ditelusuri lebih dalam sebetulnya masih banyak sumber daya alam lokal yang belum tersentuh, karena ya terpaku dengan sumber makanan yang sudah ada saja.
Mudah-mudahan program seperti ini bisa lebih banyak menjangkau masyarakat yang tinggal di dekat hutan agar mampu mengolahnya.
Aeru banget acaranya, membuat karya bermanfaat dengan memanfaatkan bahan kertas bekas dan ranting daun. Back to nature banget. Eco Blogger kereeen yaa acara workshopnya. Ini bisa ditularkan ilmunya ke anak anak di rumah, jadi mereka bisa punya kegiatan lain untuk alternatif pemakaian hp.
ReplyDeleteKreatif bangeeedd masyaAllah. Ide-ide pemanfaatan bahan lokal kayak gini sebenernya udah banyak dikembangkan mahasiswa-mahasiswa di kampus, terutama mereka yang ikut PKM. Namun, biasanya hanya yang lolos-lolos pendanaan aja tuh yang programnya masih terus dilanjutkan. Banyak juga sih yang pada akhirnya hanya jadi ide-ide cemerlang aja, karena nggak ada yang eksekusi. Huaahh.. Semoga workshop-workshop kayak gini sustainable dan diminati oleh banyak orang..
ReplyDeleteMakasih artikelnya, Mbak/Mas! Data BPS-nya bikin realisasi pentingnya pangan lokal makin terasa. Menurut penulis, apa ya satu langkah sederhana yang bisa langsung dibiasakan pembaca sehari‑hari untuk mulai pulihkan pangan lokal?
ReplyDeletePenjelasan soal LTKL dan konsep Ekonomi Restoratif-nya jadi bikin makin paham pentingnya kelola hasil alam dengan bijak.
ReplyDeleteSalut juga sama dukungannya buat produk lokal dari anak muda. Semoga makin banyak yang sadar dan ikut gerak bareng buat lestarikan alam ya.
LTKL ini memberikan wadah buat anak muda yg kreatif dan inovatif yaa. Di saat mereka bisa berkontribusi dan menemukan peluang dari potensi hutan lokal ini.
ReplyDeleteKeren dan salut yaa hutan bisa dilestarikan oleh anak muda..
Aku setuju sih, harus ada insight yang ditanamkan ke generasi kita dan seterusnya terkait pentingnya untuk swasembada pangan biar makin banyak yang tahu seberapa pentingnya mandiri pangan. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?
ReplyDeleteAcaranya seru bangett! Jadi makin paham kalau ternyata kita tetap bisa mengelola bisnis dan juga menjaga lingkungan secara bersamaan
ReplyDeleteAda banyak sekali manfaat daripada budidaya pangan lokal ini ya. Salah satu ya dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
ReplyDeleteHutan Indonesia adalah anugerah besar yang harus kita jaga dan manfaatkan sebaik mungkin ya
ReplyDeleteBanyak pangan lokal dgn gizi tinggi
Aksi kumpul yang berkualitas kak....eh saya jadi pengen follo instagram produk coklatnya loh
ReplyDeleteNgomongin soal masyarakat adat mereka sangat bertanggungjawab dengan keberlangsungan alam. Bahkan ia juga bisa dibilang paling kaya karena tahu cara memanfaatkan hasil hutan dengan baik