Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Berteman dengan Tetap Menerapkan Boundaries yang Sehat

Bismillaah,


Do's and Don'ts dalam berteman.
Hola sahabat lendyagasshi.


"Teman yang baik lebih baik dari kesendirian, dan kesendirian lebih baik dari teman yang buruk." — Abu Darda


Akhir-akhir ini, aku terus berkontemplasi mengenai makna "teman" atau "sahabat" dalam kehidupanku. Aku juga jadi semakin sering refleksi mengenai waktu yang aku habiskan sehari-hari, karena terasa sekali waktu jadi sangat cepat berlalu.

Padahal kalau dibilang aktivitas, saat ini kedua anakku uda jarang di rumah karena sekolahnya di Depok. Tapi kok yaa.. banyak sekali hutang menulis yang belum terselesaikan dan kedua blogku bener-bener vacuum.

Ada apa gerangan?
Apakah aku terlalu sibuk berteman?

Iih.. malah bagus doonk yaa..
Iya siiyh.. awalnya aku tenggelam dengan aktivitas yang menyenangkan karena memiliki teman di dunia nyata itu bagaikan melepas energi ekstrovert-ku.

Tapiii.. semakin lama kita mengenal seseorang, aku ngerasa semakin kita gak punya privacy atas hidup kita yaa..?!?


Jadi sering susah nolak ajakan temen...
Jadi kudu banget "mengenal" kebiasaan dia...

Dan yang lucu niih.. obrolan kita makin lama makin weird gituu..
Ini perasaan aku aja atau engga, aku beneran gak tau, karena sesaat aku merasakan hal tersebut, aku langsung menjaga jarak sejenak.

Aku pingin menetralkan kehidupanku lagiii...
Yang mana aku punya waktu dan ruang buatku ngobrol ama diriku sendiri.


Sejujurnya yaa...
Aku seneng looh.. punya temen akrab.

Tapiii..
Gak kudu semua yang aku atau dia suka, kita kudu ngikut kaan??
Dan gak juga kudu mengorbankan keluarga demi "teman", kaan??

Melatih komunikasi asertif untuk boundaries sehat
Melatih komunikasi asertif untuk boundaries sehat

Ini sih yang aku berat...
Kek aku kudu menetapkan boundaries yang sehat untuk diriku sendiri.


"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." QS. Az-Zukhruf: 67




Apa itu Boundaries?

Awalnya aku juga resah dengan segala perubahan yang terjadi dengan pertemanan saat ini. Namun, aku terus mengutarakan banyak pertanyaan yang tentu aku juga ga bisa ngejawabnya kecuali chat ama chatGPT yaa..


"Apakah aku gak terbiasa dengan menerima kebaikan orang lain?"
"Apakah aku orang yang kaku?"
"Bolehkah aku menerima kebaikan sebanyak ini dari seorang sahabat?"


Karena yang aku yakini, kehidupan itu gak ada yang gratis. Ketika seseorang memberi, pasti mereka akan meminta lebih dari kita.

Bukan sebagai balasan yang setimpal ya..

((yaa.. karena orang ngasihnya juga tanpa diminta, kan yaa.. pasti nothing to lose gituu..)). Cuma niih, balasan dalam bentuk "pelayanan". Semisal mendadak minta telp dan aku kudu ready 24/7. Atau mendadak ada acara, aku kudu siap dijemput.

Apakah itu salah?

Tentu tydack sama sekaliii.. bestie.

Kecuali kalau kamu orangnya kayak aku yaa.. yang butuh waktu menyendiri untuk sekedar nonton drakor atau mengerjakan hal yang aku sukai lainnya, yakni membaca blog Rumah Kurcaci Pos.

Ya, buatku.. menulis dan membaca blog sahabat blogger itu bisa bikin hariku penuh makna. Karena aku bisa berpetualang kemana pun tanpa biaya (((kecuali quota, off-course)), aku berkelana menyelami banyak ide dan yang pasti menulis ataupun membaca blog itu butuh waktu, gak asal-asalan menulis Tempat Berbagi Cerita dan Ceria.


Ya, kebayang ajaaa... Kalo kita nulis segampang copas dari artikel chat GPT, pastinya jadi gaenak banget dibacanya, kan..??

Apalagi yang uda punya pembaca setia. Rasanya aneh aja mendadak gaya bahasanya berubah.

makna boundaries untuk teman dan diri sendiri
Boundaries


Boundaries (dapat diartikan juga “Batasan”) adalah sebuah hal yang kita buat sebagai batasan yang ditetapkan dan disesuaikan oleh kebutuhan seseorang agar ia merasa aman dan nyaman dalam lingkungan bersosialisasi.

Boundaries berlaku pada tiap konteks hubungan, mulai dari hubungan keluarga, pasangan, teman, tempat kerja, bahkan teknologi.


Bentuk nyata sebuah batasan atau boundaries dapat berupa memberi batasan antara kapan harus bekerja dan kapan waktu beristirahat, berkata tidak pada teman yang ingin meminjam uang padahal kita sedang tidak ada uang lebih, mengutarakan kebutuhan emosional dengan jelas pada pasangan, meluangkan waktu untuk fokus pada diri sendiri dengan mempraktikkan self-care, dan membatasi durasi bermain media sosial.


Tanpa boundaries yang sehat, seseorang akan mengalami burnout atau kelelahan secara emosional, mental, dan fisik.


Mengapa Sulit Menetapkan Boundaries yang Sehat?

Sebenernya yaah... kita sebagai manusia kerap percaya bahwa kita bisa mengatasi semuanya bak superhero. Bikin semua orang seneng dan berharap seseorang itu berubah seperti yang kita mau. Tapi kenyataannya, gak ada di dunia ini yang kekal kecuali sebuah perubahan itu sendiri.

Sama halnya dengan berharap seseorang bisa setia kepada kita. Teman yang setia. Pasangan yang setia. Rekan kerja yang setia.

Yang perlu kita lakukan sebenernya adalah menetapkan boundaries yang sehat. Karena kita gak pernah bisa mengontrol orang lain, namun kita bisa kok.. mengontrol apa yang kita lakukan dan reaksi apa yang kita berikan kalau hal-hal tersebut diatas terjadi di luar kehendak kita.


Buat yang ingin menetapkan perubahan, yukk.. bisa yukk.. dimulai dari diri sendiri.

Dengan cara, jangan terlalu berusaha mengendalikan apa yang tidak bisa dan tidak perlu kamu kendalikan.


Gak nyaman sama orang lain karena jadi sering berkata "tidak", it's okaayy kok!

Karena selama ini, kamu gak terbiasa aja menetapkan boundaries. Inginnya semua orang senang, kan?!?

Jadii.. uda barang tentu, perubahan signifikan akan sikap tegasmu kemungkinan aja menimbulkan rasa tidak nyaman di circle terdekat, but... it's normal.


Siapa siih... yang selalu bilang "Iya" di dunia ini? Siapa juga yang selalu cari muka dan biar divalidasi "Orang baiikk".

Engga di jaman sekarang yaa... kamu juga butuh yang namanya ketenangan demi kesehatan mentalmu.

cara menetapkan boundaries yang sehat
Boundaries bukan hanya disampaikan berupa kata-kata, tapi juga dari konsistensi perilaku kita dalam menetapkannya. Take your time dan terus berlatih menoleransi rasa tidak nyaman dari menetapkan boundaries itu sendiri.

INGAT!! Ini demi kesehatan dan kesejahteraan jangka panjang diri sendiri.


Efek Boundaries Ditetapkan

Efeknya gakkan sampe ke kejang-kejang kok!

Mungkin ada beberapa orang yang malah respect ke kamu.. Karena menghargai kebutuhan "ruang" dan "waktu" untuk istirahat sejenak dari penantnya beraktivitas.


Takut menyakiti hati orang lain. Ini seringkali terjadi ketika porous boundaries enggan menolak karena ingin menyenangkan hati orang lain.

Yang bisa dilakukan: Menolak permintaan orang lain atau mengkomunikasi kebutuhan kita dapat disampaikan secara tegas dan tidak menyinggung. Yuk berlatih komunikasi asertif!

Self care checklist untuk kesehatan mental
Checklist self-care untuk kesehatan mental


Takut dinilai jahat karena tidak menolong orang lain. Sebenernya, gak ada yang salah dari menolong orang lain, namun bisa menolong tanpa mengorbankan kesejahteraan diri sendiri, itu yang utama. Sahabat lendyagasshi masih bisa kok menolong sambil menetapkan boundaries yang sehat.

Yang bisa dilakukan: Tolonglah orang lain ketika kamu sedang ngerasa baik-baik saja dan siap. Ketika orang lain datang meminta bantuanmu di saat sedang kelelahan atau di saat yang tidak nyaman, kamu bisa banget membalas permintaan tersebut di lain waktu atau cukup jelaskan bahwa saat ini kamu sedang gak bisa membantu secara langsung.


Banyak orang jadi salah mengira bahwa boundaries = selalu berkata tidak.
Padahal nih yaa... menetapkan boundaries bukan berarti kita selalu menolak dan berkata “tidak” pada orang lain.

Tetapi, kita bisa lebih memilah dan memilih banyak cara untuk mempraktikkan boundaries sehat versi dirimu sendiri seperti apa.


Apa Itu Porous Boundaries

"Porous boundaries" (atau bermakna batasan berpori) adalah kondisi ketika seseorang memiliki batasan yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali dalam hubungan, sehingga membuatnya mudah terpengaruh, sulit mengatakan "tidak", terlalu banyak berbagi informasi pribadi, dan rentan merasa terbebani oleh kebutuhan orang lain.


Ciri-ciri seseorang dengan porous boundaries:

Kesulitan mengatakan "tidak". Sering menyetujui permintaan atau tuntutan orang lain karena takut mengecewakan atau ditolak.

Terlalu banyak berbagi informasi pribadi.

Mengungkapkan detail tentang diri sendiri secara berlebihan tanpa mempertimbangkan tingkat kenyamanan orang lain.

Terlalu terlibat dalam masalah orang lain.

Merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah orang lain, bahkan dengan mengorbankan diri sendiri.

Mudah terpengaruh emosi orang lain. Menjadi terlalu terikat dengan emosi dan kebutuhan orang lain, menyebabkan kelelahan emosional.

Mengabaikan kebutuhan diri sendiri. Lebih mengutamakan kebutuhan orang lain dibandingkan kebutuhan dan perawatan diri sendiri.

Ketergantungan pada pendapat orang lain. Terlalu bergantung pada validasi dan persetujuan dari orang lain.


Mengapa porous boundaries bisa terjadi?

Pola asuh di masa kecil.

Perasaan ketidakamanan dan ketakutan akan penolakan atau hukuman dari orang tua dapat membentuk pola kebiasaan ini.

Nilai budaya.

Sering kali nilai-nilai seperti bersikap baik, mandiri, dan mengutamakan orang lain dapat mengarah pada porous boundaries.


Perbedaan dengan jenis batasan lain:

Porous boundaries.
Batasan yang lemah dan rapuh.

Rigid boundaries.
Batasan yang terlalu kaku, menciptakan jarak yang jauh dari orang lain.

Healthy boundaries.
Pendekatan yang ideal, yang melibatkan kesadaran akan kapasitas diri dan komunikasi yang jelas untuk menjaga keseimbangan.



Selama ini, kita tuh gak sadar kalau punya masalah dalam menetapkan boundaries. Sehingga kerap mengatakan "Oh wajaar.. memang karakter aku kan begini..". Secara gak langsung labelling ini kita sendiri yang sematkan.

Nah, kini.. harus semakin banyak orang yang sadar dan aware mengenai konsep boundaries, sehingga banyak juga yang jadi sadar bahwa selama ini dirinya harus berlatih menetapkan boundaries yang sehat.

Yang harus untuk menetapkan boundaries yang sehat dengan cara:
Kembali merefleksikan ke diri sendiri, "Apakah kita sudah menetapkan boundaries yang sehat?"


Meski aku tau, perjalanan menetapkan boundaries yang sehat ini gak mudah, tapi yuuk kita sama-sama berlatih menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih sehat dari sisi mental dan lebih menghargai juga menyayangi diri sendiri.


Selamat Mencoba!


Salam hangat,



44 comments for "Berteman dengan Tetap Menerapkan Boundaries yang Sehat"

  1. Aku juga sedang menetapkan boundaries,,belajar berkata tidak saat memang waktunya tidak tetap..dan aku juga ada batasan2 dimana ada saatnya aku bisa keluar bareng namun ada saatnya juga berkata tidak jika memang waktunya tidak pas..menetapkan batasan mana yg bisa diceritakan mana yg tidk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penting sekali sekali ya bagi k kata untuk bisa mengatakan tidak terhadap orang lain.

      Delete
  2. Aku engga tahu yang mana sih. Tetapi memang akhir-akhir ini mengurangi kumpul-kumpul yang cuma ketemu haha-hihi, kulineran. Tapi kalau ada acara, ketemu teman baru, yg aku pengen tahu, malah dateng. Memang perlu sih menerapkan boundaries yg sehat, supaya kita engga makan hati.

    ReplyDelete
  3. Dulu saya masih suka overthinking. Gak enakan menolak karena takut ini lah itu lah. Merasa gak tega juga. Tapi, lama-lama malah capek sendiri. Memang penting lho punya healthy boundaries. Terlalu gak enakan malah menyiksa diri.

    ReplyDelete
  4. By the time, seiring berjalannya usia, saya membuktikan salah satu teori yang dulu pernah disampaikan oleh seorang teman yang berprofesi sebagai psikolog. Semakin berumur lingkungan pertemanan kita akan semakin terseleksi dengan sendirinya. Gak cuma terbentuk karena pola pikir tapi juga tingkat kenyamanan di hati dan pemikiran kita. Salah satu yang turut memberikan kontribusi pada konsep friends in limited edition ya friendship boundaries itu. Memilah dan memilih demi kebaikan kita sendiri.

    Di seusia saya, teman bukan lagi (hanya) seorang teman. Tapi adalah mereka yang bersumbangsih pada kewarasan, ketenangan hidup, serta kualitas keimanan kita. Hidup tak lagi melulu fokus pada urusan dunia, tapi harus bisa memberikan eksklusivitas waktu untuk urusan akhirat.

    ReplyDelete
  5. Pengennya sih boundaries yang di tengah tengah gitu ya mbak. Fleksibel ketika berteman. Masuknya Healthy Boundaries nih. Berteman tetap wajib karena kita kan makhluk sosial

    ReplyDelete
  6. kebetulan pisan saya juga baru merenungkan hal ini sesudah nonton tayangannya Najwa Shihab
    (kalo gak salah dalam rangka ibu kartini)
    Dia bilang, orang Indonesia merupakan orang paling berbahagia karena punya sahabat (kalimat tepatnya saya lupa)
    Padahal saya gak punya sahabat yang spesifik
    Tapi kemudian saya pikir lagi, kalo gak punya, kenapa harus maksa?
    Yang penting hidup nyaman aja

    ReplyDelete
  7. Penting sekali sih emang menetapkan boundaries buat pertemanan. Dalam artian, kita juga nggak harus terus-terusan bareng sama teman sampai nggak punya waktu untuk diri sendiri. Ada kalanya, teman juga punya masalah bila terus-terusan bersama.

    ReplyDelete
  8. Teh, aku pernah loh ada diposisi itu. Saking deketnya sampe sesuka hatinya. Yang paling ngga enak tuh pas posisi ngga bisa nolak, wiiih udah kek asisten pribadi deh.
    Sialnya aku ngga bisa bales krn aku yang jadi people pleaser.
    Ini udah lama bangeeet kejadiannya.
    Berakhirnya karena aku nikah dan emng pada saat itu dpt suami yang protektif jadi lama2 temenannya renggang.
    Tapi sampe sekarang masih komunikasih sih, ngga yang sampe musuhan gitu.
    Ngga lagi2 deh.. sekarang berteman sewajarnya saja hhihii

    ReplyDelete
  9. Mbak Lendy, ini topik berat loh, tapi disampaikan dengan cara yang enteng dan mengalir banget. Setuju banget, IMO privacy itu penting sih. Teman ok, tetapi privacy harus tetap dijaga.

    ReplyDelete
  10. Penting sekali untuk membangun boundaries bersama teman, namun kita juga harus menjaga privasi tetap terjaga, salam kompak selalu

    ReplyDelete
  11. Memberi batasan dalam sebuah persahabatan itu penting, apalagi kalau kita people pleasure. Mbak len tulisannya kali ini berat banget loh, kirain tentang rekomendasi drakor tentang boundaries looohh pas lihat judul artikelnya

    ReplyDelete
  12. Gak ada yang kekal di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri.. Ah jadi ingat teori relativitas.. Pertemanan kadang rumit ya mba. Di usiaku ini hampir gak ada teman akrab. Cuma sama suami doank

    ReplyDelete
  13. Saya punya teman akrab di dunia nyata, pertemanan kami awet selama belasan tahun karena saya secara tidak sadar menetapkan porous boundaries ini. Saya berusaha tidak ikut campur urusan pribadi mereka begitupun teman-teman say.

    ReplyDelete
  14. kadang kita memang susah ya buat berkata tidak karena nggak enak sama orang yang minta bantuan. bahkan kadang setelah bilang tidak itu bisa kepikiran berhari-hari apakah kita ini tega atau sudah benar dalam melakukan penolakan?

    ReplyDelete
  15. Setuju banget untuk menetapkan boundaries. Tidak hanya soal meminjam uang yang bisa merusak persahabatan. Juga soal ekspektasi berlebihan dari teman, yang membutuhkan tenaga dan biaya apabila kita juga sedang dalam keadaan tak memungkinkan.

    ReplyDelete
  16. Suatu nilai budaya berupa selalu mengutamakan kepentingan orang lain merupakan nilai yang negatif untuk kesehatan mental.

    Untuk bisa menyehatkan mental kembali, perlu ada nilai kompetitor berupa keseimbangan antara mengakomodasi kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri.

    Kalau di area budaya Asia Tenggara, nampaknya perjalanan untuk keseimbangan kepentingan semua orang ini kayaknya masih jauh. ☺️

    ReplyDelete
  17. Berteman tentu ada batasan juga. Betapa pentingnya boundaries untuk kesehatan mental diri sendiri. Kadang sulit mengatakan tidak. Justru itu buruk bagi diri sendiri.

    ReplyDelete
  18. Setuju, kita memang harus menetapkan boundary biar diri ini tetap waras. Aku kadang sulit bilang nggak, sulit nolak itu kadang bikin tertekan. Kayak nggak kuasa untuk bikin orang lain kecewa. Tapi kalau sudah sering dikecewakan, baru tuh gampang banget bilang "nggak". Menarik tulisannya Kak...

    ReplyDelete
  19. Boundaries memang penting sih buat aku pribadi. Apalagi menjaga jarak dengan seseorang tanpa disadari akan membawa baik. Ataupun positif dari apapun itu drama hidup...

    ReplyDelete
  20. Your information was very useful to me.

    ReplyDelete
  21. Wow such an amazing content keep it up

    ReplyDelete
  22. Wonderful article. It's very useful.

    ReplyDelete
  23. Hey, You’ve done an incredible job

    ReplyDelete
  24. Healthy boundaries itu penting banget, terutama biar nggak gampang burnout. Aku dulu susah banget bilang ‘nggak’, tapi sekarang mulai belajar pelan-pelan

    ReplyDelete
  25. kayaknya udah lama banget aku batasin diri dalam hal pergaulan. Yah, karena seperti itulah, lama- lama kok malah melelahkan yah banyak bergaul tuh

    ReplyDelete
  26. aku pikir semua orang berhak menetapkan boundaries, bukan karena egois tapi memang sudah seharusnya begitu. Kita tidak punya kendali atas orang lain, tapi kita punya kendali atas diri kita sendiri kan?

    ReplyDelete
  27. Aku juga dalam posisi spt teh Lendy skrg. Lbh baik punya 1-2 teman aja yang saling dukung drpd banyak tp nyakitin. Udah pinjem duit tapi susah waktu ditagih, sampe datang kalo ada perlunya aja.

    Yup, aku skrg jg lbh suka nonton drakor di rumah daripada diajak nongki di kafe/nonton bioskop. FYI, aku udah ga nonton bioskop sejak 2020 atau pas pandemi melanda. Pokoknya aku tuh terakhir nonton film di bioskop ya pas Avengers: End Game. Itu aku belain nonton jam 2 pagi krn balik kerja jam12 malam. Haha.

    Skrg aku ga mau jadi Yes Man lagi. Lebih baik jadi No Man tapi hati lbh tenang. Memang sih akan dijauhi bnyk teman. Tapi ya lebih baik gitu sih daripada sakit hati krn baikin bnyk org. Skrg aku baru tahu arti boundaries itu.

    ReplyDelete
  28. Dulu kukira tuh aku orangnya nggak bisa gaul, sampe dibilang kuper ama tetanggaku. Tapi kalau misal bergaul tuh aku juga jadi ngerasa kayak capek banget dan biasanya kalau ada even atau festival lebih banyak diem dengerin orang atau sekedar ngobrol tipis².

    Sampai aku ngerasa ternyata aku tuh normal justru dari salah satu dosen waliku yang kupanggil "mama peri". Beliau tuh yang ngasih tau kalau aku tuh normal dan pendekatan sosial tiap orang bisa beda². Baru sejak itu deh pede berteman dan sampai sekarang di usia tengah 35 tahun tuh temen deket paling mentok 5 biji. Wkwkw..

    Makin umur bertambah, teman itu jadi nggak sekedar ketawa-ketiwi tapi lebih ke arah apakah kita masih punya ruang koneksi yang sejalan meski visi dan cara pandang berubah. Dan meski 5 orang adalah temen deket, yang amat sangat deket cuma 3 orang. 🥰🥰🥰

    ReplyDelete
  29. Lagi belajar untuk terus set boundaries. Pada awalnya iya jadi merasa bersalah gitu, tiap memberanikan diri untuk menolak. Tapi lama kelamaan jadi terbiasa dan ternyata itu menjadi habit untuk memprioritaskan diri sendiri dulu sebelum orang lain. Udah gak mau lagi diinjak-injak sama orang karena kita terlalu banyak kata "iya" dan aviable.

    ReplyDelete
  30. Aku zaman sekolah dulu, hayuk aja jadi tempat curhat atau lainnya. Pokoknya buat teman tuh bisa banget. Cuma makin lama, kaya sadar diri. Enggak bisa ngikutin mereka akunya. Jadilah buat batasan, mungkin malah akhirnya ditinggalkan. Ya sudah sih. Jadi sampai sekarang gak terlalu banyak teman tuh kaya biasa aja. Kita tuh emang kudu punya batasan dalam banyak hal

    ReplyDelete
  31. sepakat pake banget! kadang kita ngga enakan nolak ajakan temen. tapi alhamdulillah biidznillah aku dapet temen yang akhirny angga masalah kalau aku bilang "ngga" dan malah ngomel akalu aku berusaha nyenengin semua orang. hahah aagak aneh sih awalnya buat orang yang ngga enakan, tapi lama-lama jadi bias dan bisa berlatih bilang ngga

    ReplyDelete
  32. Gampang-gampang susah yah menerapkan batasan ini. Apalagi kalau usia pertemanan sudah hitungan tahunan. Kadang suka ga enak sendiri mau nolak. Ditambah dalam benak sendiri suka kepikiran, suatu saat bisa jadi gantian saya yang perlu pertolongan. Bukan pamrih tapi jadi makin ga enak mau menolak saat ada yang minta bantuan meski agak berlebihan permintaannya

    ReplyDelete
  33. Aku udah di tahapan menentukan boundaries juga bahkan ke kerabat. Mengutamakan kepentingan diri sendiri itu nggak egois kok. Budaya kita itu ternyata banyak yang people pleaser ternyata. Ga bagus buat kesehatan mental. Eh bukan berarti individualis sih. Cuma jadi menata batasan.

    ReplyDelete
  34. Aku punya pengalaman, berteman deket sampe kaya geng eksklusif tapi meskipun orang melihat kita deket banget, aku tetep menerapkan boundaries. Ada hal-hal yang buatku ga mesti selalu kita share even kita udah besti..

    ReplyDelete

  35. I must say you have written a great article.

    ReplyDelete

  36. The way you have described everything is phenomenal.

    ReplyDelete

  37. If you have time, please visit my site

    ReplyDelete

  38. Its an amazing website, I really enjoy reading your articles.

    ReplyDelete
  39. Thanks for sharing amazing information !!!!!! Please keep up sharing

    ReplyDelete
  40. Appreciate your quality stuff, That was really so useful and informative blog!

    ReplyDelete
  41. Well done article. I'll make sure to use it wisely. Thank you for sharing

    ReplyDelete