Berteman dengan Tetap Menerapkan Boundaries yang Sehat
"Teman yang baik lebih baik dari kesendirian, dan kesendirian lebih baik dari teman yang buruk." — Abu Darda
Akhir-akhir ini, aku terus berkontemplasi mengenai makna "teman" atau "sahabat" dalam kehidupanku. Aku juga jadi semakin sering refleksi mengenai waktu yang aku habiskan sehari-hari, karena terasa sekali waktu jadi sangat cepat berlalu.
Padahal kalau dibilang aktivitas, saat ini kedua anakku uda jarang di rumah karena sekolahnya di Depok. Tapi kok yaa.. banyak sekali hutang menulis yang belum terselesaikan dan kedua blogku bener-bener vacuum.
Ada apa gerangan?
Apakah aku terlalu sibuk berteman?
Iih.. malah bagus doonk yaa..
Iya siiyh.. awalnya aku tenggelam dengan aktivitas yang menyenangkan karena memiliki teman di dunia nyata itu bagaikan melepas energi ekstrovert-ku.
Tapiii.. semakin lama kita mengenal seseorang, aku ngerasa semakin kita gak punya privacy atas hidup kita yaa..?!?
Jadi sering susah nolak ajakan temen...
Jadi kudu banget "mengenal" kebiasaan dia...
Dan yang lucu niih.. obrolan kita makin lama makin weird gituu..
Ini perasaan aku aja atau engga, aku beneran gak tau, karena sesaat aku merasakan hal tersebut, aku langsung menjaga jarak sejenak.
Aku pingin menetralkan kehidupanku lagiii...
Yang mana aku punya waktu dan ruang buatku ngobrol ama diriku sendiri.
Sejujurnya yaa...
Aku seneng looh.. punya temen akrab.
Tapiii..
Gak kudu semua yang aku atau dia suka, kita kudu ngikut kaan??
Dan gak juga kudu mengorbankan keluarga demi "teman", kaan??
![]() |
Melatih komunikasi asertif untuk boundaries sehat |
Ini sih yang aku berat...
Kek aku kudu menetapkan boundaries yang sehat untuk diriku sendiri.
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." — QS. Az-Zukhruf: 67
Apa itu Boundaries?
Awalnya aku juga resah dengan segala perubahan yang terjadi dengan pertemanan saat ini. Namun, aku terus mengutarakan banyak pertanyaan yang tentu aku juga ga bisa ngejawabnya kecuali chat ama chatGPT yaa..
Karena yang aku yakini, kehidupan itu gak ada yang gratis. Ketika seseorang memberi, pasti mereka akan meminta lebih dari kita.
Bukan sebagai balasan yang setimpal ya..
Apakah itu salah?
Tentu tydack sama sekaliii.. bestie.
Ya, buatku.. menulis dan membaca blog sahabat blogger itu bisa bikin hariku penuh makna. Karena aku bisa berpetualang kemana pun tanpa biaya (((kecuali quota, off-course)), aku berkelana menyelami banyak ide dan yang pasti menulis ataupun membaca blog itu butuh waktu, gak asal-asalan menulis Tempat Berbagi Cerita dan Ceria.
Ya, kebayang ajaaa... Kalo kita nulis segampang copas dari artikel chat GPT, pastinya jadi gaenak banget dibacanya, kan..??
Apalagi yang uda punya pembaca setia. Rasanya aneh aja mendadak gaya bahasanya berubah.
![]() |
Boundaries |
Boundaries (dapat diartikan juga “Batasan”) adalah sebuah hal yang kita buat sebagai batasan yang ditetapkan dan disesuaikan oleh kebutuhan seseorang agar ia merasa aman dan nyaman dalam lingkungan bersosialisasi.
Boundaries berlaku pada tiap konteks hubungan, mulai dari hubungan keluarga, pasangan, teman, tempat kerja, bahkan teknologi.
Bentuk nyata sebuah batasan atau boundaries dapat berupa memberi batasan antara kapan harus bekerja dan kapan waktu beristirahat, berkata tidak pada teman yang ingin meminjam uang padahal kita sedang tidak ada uang lebih, mengutarakan kebutuhan emosional dengan jelas pada pasangan, meluangkan waktu untuk fokus pada diri sendiri dengan mempraktikkan self-care, dan membatasi durasi bermain media sosial.
Tanpa boundaries yang sehat, seseorang akan mengalami burnout atau kelelahan secara emosional, mental, dan fisik.
Mengapa Sulit Menetapkan Boundaries yang Sehat?
Sebenernya yaah... kita sebagai manusia kerap percaya bahwa kita bisa mengatasi semuanya bak superhero. Bikin semua orang seneng dan berharap seseorang itu berubah seperti yang kita mau. Tapi kenyataannya, gak ada di dunia ini yang kekal kecuali sebuah perubahan itu sendiri.
Sama halnya dengan berharap seseorang bisa setia kepada kita. Teman yang setia. Pasangan yang setia. Rekan kerja yang setia.
Yang perlu kita lakukan sebenernya adalah menetapkan boundaries yang sehat. Karena kita gak pernah bisa mengontrol orang lain, namun kita bisa kok.. mengontrol apa yang kita lakukan dan reaksi apa yang kita berikan kalau hal-hal tersebut diatas terjadi di luar kehendak kita.
Buat yang ingin menetapkan perubahan, yukk.. bisa yukk.. dimulai dari diri sendiri.
Gak nyaman sama orang lain karena jadi sering berkata "tidak", it's okaayy kok!
Karena selama ini, kamu gak terbiasa aja menetapkan boundaries. Inginnya semua orang senang, kan?!?
Jadii.. uda barang tentu, perubahan signifikan akan sikap tegasmu kemungkinan aja menimbulkan rasa tidak nyaman di circle terdekat, but... it's normal.
Siapa siih... yang selalu bilang "Iya" di dunia ini? Siapa juga yang selalu cari muka dan biar divalidasi "Orang baiikk".
Engga di jaman sekarang yaa... kamu juga butuh yang namanya ketenangan demi kesehatan mentalmu.
INGAT!! Ini demi kesehatan dan kesejahteraan jangka panjang diri sendiri.
Efek Boundaries Ditetapkan
Efeknya gakkan sampe ke kejang-kejang kok!
Takut menyakiti hati orang lain. Ini seringkali terjadi ketika porous boundaries enggan menolak karena ingin menyenangkan hati orang lain.
Yang bisa dilakukan: Menolak permintaan orang lain atau mengkomunikasi kebutuhan kita dapat disampaikan secara tegas dan tidak menyinggung. Yuk berlatih komunikasi asertif!
![]() |
Checklist self-care untuk kesehatan mental |
Takut dinilai jahat karena tidak menolong orang lain. Sebenernya, gak ada yang salah dari menolong orang lain, namun bisa menolong tanpa mengorbankan kesejahteraan diri sendiri, itu yang utama. Sahabat lendyagasshi masih bisa kok menolong sambil menetapkan boundaries yang sehat.
Yang bisa dilakukan: Tolonglah orang lain ketika kamu sedang ngerasa baik-baik saja dan siap. Ketika orang lain datang meminta bantuanmu di saat sedang kelelahan atau di saat yang tidak nyaman, kamu bisa banget membalas permintaan tersebut di lain waktu atau cukup jelaskan bahwa saat ini kamu sedang gak bisa membantu secara langsung.
Tetapi, kita bisa lebih memilah dan memilih banyak cara untuk mempraktikkan boundaries sehat versi dirimu sendiri seperti apa.
Apa Itu Porous Boundaries
"Porous boundaries" (atau bermakna batasan berpori) adalah kondisi ketika seseorang memiliki batasan yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali dalam hubungan, sehingga membuatnya mudah terpengaruh, sulit mengatakan "tidak", terlalu banyak berbagi informasi pribadi, dan rentan merasa terbebani oleh kebutuhan orang lain.
Ciri-ciri seseorang dengan porous boundaries:
Kesulitan mengatakan "tidak". Sering menyetujui permintaan atau tuntutan orang lain karena takut mengecewakan atau ditolak.
Terlalu banyak berbagi informasi pribadi.
Terlalu terlibat dalam masalah orang lain.
Mudah terpengaruh emosi orang lain. Menjadi terlalu terikat dengan emosi dan kebutuhan orang lain, menyebabkan kelelahan emosional.
Mengabaikan kebutuhan diri sendiri. Lebih mengutamakan kebutuhan orang lain dibandingkan kebutuhan dan perawatan diri sendiri.
Ketergantungan pada pendapat orang lain. Terlalu bergantung pada validasi dan persetujuan dari orang lain.
Mengapa porous boundaries bisa terjadi?
Pola asuh di masa kecil.
Nilai budaya.
Perbedaan dengan jenis batasan lain:
Selama ini, kita tuh gak sadar kalau punya masalah dalam menetapkan boundaries. Sehingga kerap mengatakan "Oh wajaar.. memang karakter aku kan begini..". Secara gak langsung labelling ini kita sendiri yang sematkan.
Nah, kini.. harus semakin banyak orang yang sadar dan aware mengenai konsep boundaries, sehingga banyak juga yang jadi sadar bahwa selama ini dirinya harus berlatih menetapkan boundaries yang sehat.
Meski aku tau, perjalanan menetapkan boundaries yang sehat ini gak mudah, tapi yuuk kita sama-sama berlatih menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih sehat dari sisi mental dan lebih menghargai juga menyayangi diri sendiri.
Selamat Mencoba!
Salam hangat,
Aku juga sedang menetapkan boundaries,,belajar berkata tidak saat memang waktunya tidak tetap..dan aku juga ada batasan2 dimana ada saatnya aku bisa keluar bareng namun ada saatnya juga berkata tidak jika memang waktunya tidak pas..menetapkan batasan mana yg bisa diceritakan mana yg tidk
ReplyDeleteAku engga tahu yang mana sih. Tetapi memang akhir-akhir ini mengurangi kumpul-kumpul yang cuma ketemu haha-hihi, kulineran. Tapi kalau ada acara, ketemu teman baru, yg aku pengen tahu, malah dateng. Memang perlu sih menerapkan boundaries yg sehat, supaya kita engga makan hati.
ReplyDeleteDulu saya masih suka overthinking. Gak enakan menolak karena takut ini lah itu lah. Merasa gak tega juga. Tapi, lama-lama malah capek sendiri. Memang penting lho punya healthy boundaries. Terlalu gak enakan malah menyiksa diri.
ReplyDeleteBy the time, seiring berjalannya usia, saya membuktikan salah satu teori yang dulu pernah disampaikan oleh seorang teman yang berprofesi sebagai psikolog. Semakin berumur lingkungan pertemanan kita akan semakin terseleksi dengan sendirinya. Gak cuma terbentuk karena pola pikir tapi juga tingkat kenyamanan di hati dan pemikiran kita. Salah satu yang turut memberikan kontribusi pada konsep friends in limited edition ya friendship boundaries itu. Memilah dan memilih demi kebaikan kita sendiri.
ReplyDeleteDi seusia saya, teman bukan lagi (hanya) seorang teman. Tapi adalah mereka yang bersumbangsih pada kewarasan, ketenangan hidup, serta kualitas keimanan kita. Hidup tak lagi melulu fokus pada urusan dunia, tapi harus bisa memberikan eksklusivitas waktu untuk urusan akhirat.
Pengennya sih boundaries yang di tengah tengah gitu ya mbak. Fleksibel ketika berteman. Masuknya Healthy Boundaries nih. Berteman tetap wajib karena kita kan makhluk sosial
ReplyDeletekebetulan pisan saya juga baru merenungkan hal ini sesudah nonton tayangannya Najwa Shihab
ReplyDelete(kalo gak salah dalam rangka ibu kartini)
Dia bilang, orang Indonesia merupakan orang paling berbahagia karena punya sahabat (kalimat tepatnya saya lupa)
Padahal saya gak punya sahabat yang spesifik
Tapi kemudian saya pikir lagi, kalo gak punya, kenapa harus maksa?
Yang penting hidup nyaman aja
Penting sekali sih emang menetapkan boundaries buat pertemanan. Dalam artian, kita juga nggak harus terus-terusan bareng sama teman sampai nggak punya waktu untuk diri sendiri. Ada kalanya, teman juga punya masalah bila terus-terusan bersama.
ReplyDeleteTeh, aku pernah loh ada diposisi itu. Saking deketnya sampe sesuka hatinya. Yang paling ngga enak tuh pas posisi ngga bisa nolak, wiiih udah kek asisten pribadi deh.
ReplyDeleteSialnya aku ngga bisa bales krn aku yang jadi people pleaser.
Ini udah lama bangeeet kejadiannya.
Berakhirnya karena aku nikah dan emng pada saat itu dpt suami yang protektif jadi lama2 temenannya renggang.
Tapi sampe sekarang masih komunikasih sih, ngga yang sampe musuhan gitu.
Ngga lagi2 deh.. sekarang berteman sewajarnya saja hhihii
Mbak Lendy, ini topik berat loh, tapi disampaikan dengan cara yang enteng dan mengalir banget. Setuju banget, IMO privacy itu penting sih. Teman ok, tetapi privacy harus tetap dijaga.
ReplyDeletePenting sekali untuk membangun boundaries bersama teman, namun kita juga harus menjaga privasi tetap terjaga, salam kompak selalu
ReplyDeleteMemberi batasan dalam sebuah persahabatan itu penting, apalagi kalau kita people pleasure. Mbak len tulisannya kali ini berat banget loh, kirain tentang rekomendasi drakor tentang boundaries looohh pas lihat judul artikelnya
ReplyDeleteGak ada yang kekal di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri.. Ah jadi ingat teori relativitas.. Pertemanan kadang rumit ya mba. Di usiaku ini hampir gak ada teman akrab. Cuma sama suami doank
ReplyDeleteSaya punya teman akrab di dunia nyata, pertemanan kami awet selama belasan tahun karena saya secara tidak sadar menetapkan porous boundaries ini. Saya berusaha tidak ikut campur urusan pribadi mereka begitupun teman-teman say.
ReplyDeletekadang kita memang susah ya buat berkata tidak karena nggak enak sama orang yang minta bantuan. bahkan kadang setelah bilang tidak itu bisa kepikiran berhari-hari apakah kita ini tega atau sudah benar dalam melakukan penolakan?
ReplyDeleteSetuju banget untuk menetapkan boundaries. Tidak hanya soal meminjam uang yang bisa merusak persahabatan. Juga soal ekspektasi berlebihan dari teman, yang membutuhkan tenaga dan biaya apabila kita juga sedang dalam keadaan tak memungkinkan.
ReplyDeleteSuatu nilai budaya berupa selalu mengutamakan kepentingan orang lain merupakan nilai yang negatif untuk kesehatan mental.
ReplyDeleteUntuk bisa menyehatkan mental kembali, perlu ada nilai kompetitor berupa keseimbangan antara mengakomodasi kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri.
Kalau di area budaya Asia Tenggara, nampaknya perjalanan untuk keseimbangan kepentingan semua orang ini kayaknya masih jauh. ☺️
Berteman tentu ada batasan juga. Betapa pentingnya boundaries untuk kesehatan mental diri sendiri. Kadang sulit mengatakan tidak. Justru itu buruk bagi diri sendiri.
ReplyDelete